Nelson
Mandela bukan hanya sosok yang memperjuangkan kebebasan demokrasi di
Afrika Selatan, tapi lebih dari itu. Beliau memiliki hati emas.
Mandela mendekam di balik jeruji besi selama hampir 27 tahun (12 Juni
1954 - 11 Februari 1990) dengan dakwaan yang penuh rekayasa dari lawan
politiknya. Namun ketika ia dibebaskan dari penjara dan kemudian
terpilih menjadi Presiden Afsel dengan masa jabatan 5 tahun (Mei 1994 -
Juni 1999), ia tidak dikuasai kebencian dan niat untuk membalas dendam
terhadap lawan-lawan politiknya yang dulu pernah memenjarakannya.
Bahkan, Mandela menolak usulan panglima tentaranya untuk menangkap
lawan-lawan politiknya tersebut. Mandela justru mengajarkan bagaimana
membalas kejahatan dengan kebaikan, dan kebencian dengan kasih.
Bagaimana dengan diri kita? Apa yang kita lakukan ketika kita sudah
begitu terluka karena perbuatan atau perkataan orang lain, dan kini
punya kesempatan untuk membalas dendam? Mampukah kita mengampuni orang
yang telah melukai hati kita, seperti halnya yang Mandela lakukan
terhadap lawan-lawan politiknya yang telah membuatnya dipenjara selama
27 tahun? Seluas dan selapang apakah hati kita untuk mengampuni?
Jika ingin menjadi orang besar, kita harus memiliki hati & jiwa
yang besar! Ada kalimat bijak mengenai pengampunan: "Memaafkan memang
tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi di masa lalu, namun akan
melapangkan jalan kita ke masa depan." Kebencian dan sikap tidak mau
mengampuni sebenarnya sedang menutup jalan untuk masa depan kita
sendiri, dan menutup pintu berkat kita. Sebaliknya ketika kita
memaafkan, kita sedang membuka jalan yang lapang untuk masa depan kita
(dan terutama sedang membuka "keran pengampunan" dari Yang Maha Kuasa
atas segala dosa dan kesalahan kita sendiri).
Orang yang paling
diuntungkan ketika kita mengampuni adalah diri kita sendiri, bukan
orang yang kita maafkan kesalahannya. Pengampunan adalah hadiah terbaik
yang bisa kita berikan kepada diri kita sendiri.
Mandela mendekam di balik jeruji besi selama hampir 27 tahun (12 Juni
1954 - 11 Februari 1990) dengan dakwaan yang penuh rekayasa dari lawan
politiknya. Namun ketika ia dibebaskan dari penjara dan kemudian
terpilih menjadi Presiden Afsel dengan masa jabatan 5 tahun (Mei 1994 -
Juni 1999), ia tidak dikuasai kebencian dan niat untuk membalas dendam
terhadap lawan-lawan politiknya yang dulu pernah memenjarakannya.
Bahkan, Mandela menolak usulan panglima tentaranya untuk menangkap
lawan-lawan politiknya tersebut. Mandela justru mengajarkan bagaimana
membalas kejahatan dengan kebaikan, dan kebencian dengan kasih.
Bagaimana dengan diri kita? Apa yang kita lakukan ketika kita sudah
begitu terluka karena perbuatan atau perkataan orang lain, dan kini
punya kesempatan untuk membalas dendam? Mampukah kita mengampuni orang
yang telah melukai hati kita, seperti halnya yang Mandela lakukan
terhadap lawan-lawan politiknya yang telah membuatnya dipenjara selama
27 tahun? Seluas dan selapang apakah hati kita untuk mengampuni?
Jika ingin menjadi orang besar, kita harus memiliki hati & jiwa
yang besar! Ada kalimat bijak mengenai pengampunan: "Memaafkan memang
tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi di masa lalu, namun akan
melapangkan jalan kita ke masa depan." Kebencian dan sikap tidak mau
mengampuni sebenarnya sedang menutup jalan untuk masa depan kita
sendiri, dan menutup pintu berkat kita. Sebaliknya ketika kita
memaafkan, kita sedang membuka jalan yang lapang untuk masa depan kita
(dan terutama sedang membuka "keran pengampunan" dari Yang Maha Kuasa
atas segala dosa dan kesalahan kita sendiri).
Orang yang paling
diuntungkan ketika kita mengampuni adalah diri kita sendiri, bukan
orang yang kita maafkan kesalahannya. Pengampunan adalah hadiah terbaik
yang bisa kita berikan kepada diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar